Sapu Lidi dan Zakat

Oleh: Lufti Avianto

*) Ditulis untuk Dompet Dhuafa Republika

Urusan berzakat, memang masih memerlukan upaya penyadaran yang lebih luas lagi di negeri ini. Sebab, kesadaran masyarakat tidak hanya sekadar mengeluarkan zakat, tetapi juga kesadaran membayarkannya melalui lembaga zakat. Meski kita sama-sama tahu, bahwa potensi kedermawanan Islam (zakat, infak, sedekah dan wakaf) sangat besar. Inilah pentingnya pengelolaan zakat yang professional melalui lembaga zakat yang amanah.

Masih ada masyarakat yang menilai, memberikan zakat langsung kepada mustahik jauh lebih baik. Namun, bila berkaca pada sikap yang dilakukan Rasulullah saw. pada zamannya, tidaklah demikan. Dalam sebuah kesempatan, beliau pernah mengutus Ali bin Abi Thalib ke Yaman untuk menjadi amil zakat. Atau saat beliau menunjuk seorang pemuda yang bernama Ibnu Lutaibah dari Suku Asad untuk mengurus zakat Bani Sulaim. Begitu pun seterusnya, ini tetap dilakukan pada masa khulafaur rasyidin setelahnya.

Nah, urusan membayar zakat memang selain bernilai ibadah diri, juga bernilai secara sosial melalui pengelolaan zakat yang baik melalui lembaga amil zakat. Pekerjaan sang amil, menurut Imam Qurthubi dalam al-Jami’ li Ahkam al-Quran menyatakan bahwa amil itu adalah orang yang diberi tugas untuk mengambil, menuliskan, menghitung dan mencatat zakat yang diambil dari muzakki lalu mendistribusikannya kepada mustahik.

Karena itu, pengelolaan zakat melalui lembaga amil akan memberian dampak pemerataan bagi distribusi zakat kepada mustahik. Tidak ada mustahik yang akan menerima dobel, sementara mustahik di daerah lain tidak mendapatkan haknya. Inilah salah satu hikmah zakat.

Secara personal, menunaikan zakat melalui lembaga juga akan mengikis sifat ‘egoisme’ yang ada pada muzakki, yang memandang bahwa harta zakat seolah-olah hanyalah miliknya semata. Selain itu, dengan cara ini juga akan meminimalisasi ‘perendahan’ mustahik saat menerima zakat dari sang muzaki.

Saya jadi teringat filosofi sapu lidi. Kalau lidi itu hanya satu atau beberapa gelintir saja, ia takkan mampu berdaya guna membersihkan sampah yang terserak. Sementara bila lidi itu digabungkan dan diikat, maka akan bisa ‘berbuat’ mengatasi masalah kebersihan yang ada.

Ya, anggap saja, lidi adalah zakat. Pengikat dan gagangnya adalah lembaga amil yang amanah dan professional. Sebaiknya memang dihimpun dan dikelola secara massif sehingga mampu ‘berbuat’ banyak mengatasi masalah kemiskinan, menyediakan lapangan pekerjaan, memberikan keterampilan, atau memberikan bantuan yang sifatnya konsumtif yang langsung bisa dirasakan sang mustahik seperti di daerah bencana alam atau kelaparan.

Dengan pelaporan yang kian canggih dan transparan dari lembaga zakat yang sudah ada, saya yakin kesadaran masyarakat semakin baik. Canggih karena sistem pelaporan yang diberikan dalam beragam bentuk; data biasa, foto bahkan video tentang program pendistribusian zakat tersebut. Sehingga para muzaki bisa mengaksesnya secara cepat dan mudah dengan teknologi terkini yang sudah ada.

Jadi, hari gini masih belum membayar zakat melalui lembaga amil? Apa kata sapu lidi…?

Tinggalkan komentar