Nyambi Jadi Penulis?

Oleh: Lufti Avianto

Di negara ini, profesi sebagai penulis belum bisa dihargai. Kalau mau melihat secara jujur, royalti yang diterima belum berpihak bagi kesejahteraan para penulis. Kisaran royalti, hanya sampai 20% saja, tergantung dari nama besar penulis yang bersangkutan. Bila sudah terkenal, bisa nego lebih lanjut dengan pihak penerbit. Tapi kalau newcomer, nilai 20% sudah jauh lebih cukup karena di sebagian besar penerbit, masih ada yang menawarkan royalti di bawah nilai itu.

Kalau pun ada yang berhasil meraurup keuntungan sebagai penulis, masih bisa dihitung dengan jari saja. Misalnya, Habiburrahman El-Shirazy yang kabarnya mendapatkan royalti Rp 2 milyar lebih dari hasil karyanya, novel Ayat-Ayat Cinta. Jumlah itu belum termasuk keuntungan novel yang diterbitkan dalam bahasa Inggris dan keuntungan dari pembuatan filmnya.

Itu yang beruntung. Bila tidak, ada penulis yang hanya mendapatkan beberapa ribu saja dalam pembayaran royalti per enam bulannya. Sayangnya, kondisi ini sangat kontradiksi dengan beberapa negara lain yang sudah bisa menghargai profesi sebagai penulis. Seperti JK. Rowling di Inggris yang kaya- raya dari serial penyihir cilik Harry Potter. Bahkan kabarnya, kekayaan Rowling melebih ratu Inggris sekali pun!

Atas fakta ini, bukan berarti jumlah penulis di republik ini sedikit. Sederet nama beken dalam jagad kepenulisan pun lahir. Dan rata-rata mereka menjadi penulis sebagai profesi sambilan. Seperti Tere Liye, nama pena dari Darwis seorang wartawan harian sebuah harian nasional,

So, jadi penulis itu bisa dilakukan sebelum kita menjadi apa pun. Bisa jadi dokter, insinyur, guru, konsultan, wartawan, seniman atau apa pun yang kamu mau, tapi tetap bisa menjadi penulis. Gimana caranya?

 

Pikir ulang ikut pelatihan

Boleh aja kalau sobat sekalian mau ikutan latihan atau workshop kepenulisan. Tapi, itu hanya memicu motivasi kita aja kok. Apalagi, kalau biaya pelatihan itu tak terjangkau alias mahal, mending nggak usah aja. Itu aja kuncinya. Jadi pikir berulang kali kalau mau ikutan pelatihan menulis yang mahal. Lain halnya, kalau biaya tak menjadi sersoalan bagi kamu. Intinya, bijak dalam memilah pelatihan yang kamu butuhkan.

Ikut komunitas kepenulisan, lebih baik

Memang komunitas semacam ini masih kalah banyak jumlahnya dengan komunitas lainnya. Dengan bergabung di komunitas kepenulisan, kamu bisa menambah teman, ilmu, dan yang paling penting, bisa menjaga semangat dan motivasi kamu dalam menulis. Selain itu, sudah menjadi rahasia umum, lho, kalau di komunitas juga sering bagi-bagi proyek menulis. Asyik kan?

Forum Lingkar Pena (FLP), adalah salah satu komunitas kepenulisan yang sudah memiliki banyak cabang. Kamu bisa mempertimbangkan untuk bergabung. Bagaimana kalau komunitas yang dimaksud terlalu jauh? Atau kita tidak ada waktu untuk ikut bergabung? Tenang sob, kamu bisa ikutan gabung dalam mailing list (milis) kepenulisan. Jumlahnya sudah banyak kok.

Resepnya cuma menulis

Jurus jitu jadi penulis itu cuman tiga. Ini juga yang jadi ‘barang dagangan’ pelatihan. Semua mengiming-imingi dagangan yang sama, yaitu menulis, menulis dan menulis. Sebenarnya, kamu bisa praktik menulis secara otodidak. Menulis saja. Itu kuncinya.

Menurut salah seorang penulis terkenal, pekerjaan menulis atau menuangkan ide sejatinya adalah membua retakan-retakan kecil dalam ‘bendungan’ di otak kita. Terkadang, bagi para penulis pemula, proses ini menjadi tidak mudah karena sulitnyamenuangkan ide dalam sebuah tulisan. Nah, dalam proses menulis yang kontinyu, retakan itu menjadi semakin banyak dan akhirnya jebol bendungan yang menyulitkan kita dalam menuangkan ide itu.

Sebagai sarana berlatih, kamu bisa menulis buku harian atau blog secara rutin. Tulislah apa pun yang terlintas dalam pikiranmu. Lupakan soal teknik kepenulisan, lupakan soal diksi, lupakan soal logika tulisan, tugasmu hanyalah menulis dan menuangkan ide, itu saja. Setelah sebuah tulisan selesai, barulah tahap penyuntingan dilakukan. Baca kembali, lalu perbaiki bagian-bagian yang tidak logis atau sunting tulisanmu secara teknis, seperti penggunaan titik-koma, penggunaan huruf capital, atau penggunaan tanda baca lainnya.

Evaluasi

Dari tulisan yang sudah kamu buat, mintalah komentar dan saran dari temanmu. Atau, perhatikan komentar yang di-posting orang terhadap tulisanmu di blog. Jangan putus asa atau patah arang bila komentar miring yang kamu dapat. Sebaliknya, jangan besar kepala saat pujian kamu dapatkan.

Saatnya Go Public

Jangan simpan tulisanmu di komputermu atau membiarkan nge-jogrok di blog saja. Cobalah memberanikan diri menawarkan naskahmu ke penerbit atau kirim artikelmu ke media massa. Pelajarilah media mana saja yang menerima tulisan dari pembacanya. Kenali jenis rubriknya, apakah itu cocok dengan tulisan milik kamu. Atau di penerbit, kamu juga harus mengenali buku apa saja yang bisa diterbitkan di penerbit yang bersangkutan. Jangan sampai salah sasaran.

Misalnya, penerbit A menerbitkan buku-buku bergenre fiksi, maka jangan mengirimkan naskah di luar genre yang menjadi pakem penerbit tersebut. Mengenali jenis terbitan sang penerbit sangat penting agar naskah kamu memiliki peluang lebih besar untuk diterbitkan. Hal yang sama juga harus kamu lakukan bila mengirim artikel di media massa.

Jadi Penulis Sambilan

Liriklah bidang yang kamu minati. Bila kamu menyukai suatu bidang, tulislah naskah atau artikel yang berkaitan dengan bidang itu. Selain untuk menambah dan memperdalam pemahaman kamu, juga ada ‘efek samping’ yang positif, misalnya dapat honor tambahan. Siapa pun kamu, pelajar, mahasiswa atau karyawan, bisa memperdalam bidang yang kamu akan atau sudah geluti dengan menulis. Tetapi perlu diingat, penghargaan, royalti atau honor tambahan yang kamu peroleh, hanyalah sebuah konsekuensi positif dari upaya kamu yang sungguh-sungguh dalam menulis.

Hal ini pernah disampaikan Asrori S. Karni, salah seorang pemenang Mochtar Lubis Award, sebuah penghargaan bergengsi dunia jurnalistik pada 2008 lalu. “Yang terpenting adalah menulis dengan kesungguhan dan keikhlasan. Soal penghargaan dan hadiah, adalah dampak dari proses sebelumnya,” kata dia yang berprofesi sebagai wartawan sebuah majalah berita mingguan ini.

Jadi, meski kamu menulis sebagai kegiatan di waktu luang kamu, lakukankah dengan niat dan usaha yang sungguh-sungguh. Nisacaya, setiap tulisan yang lahir dengan proses terbaik, pasti punyah ‘jodohnya’ yang terbaik pula.

Bikin Media Yuk!

Oleh Lufti Avianto

Kegiatan mencari tahu dan memberi informasi merupakan kebutuhan komunikasi yang mendasar manusia, termasuk anak muda seperti kita, Sob. Banyak caranya, ada yang langsung dengan komunikasi tatap muka, atau yang tidak langsung, yakni dengan perantara media.

Soal media, seperti yang kalian tahu, Sob, sudah mengalami perkembangan yang sangat pesat; khususnya media massa. Seperti media massa cetak, elektronik, bahkan online melalui internet. Dengan kebutuhan komunikasi manusia yang meningkat, media massa pun juga tumbuh dan berkembang.

Banyak institusi dan lembaga menerbitkan media massa mereka, termasuk lembaga pendidikan seperti sekolah atau kampus. Maka jangan heran Sob, kalau beberapa tahun terakhir ini sering banget diselenggarakan pelatihan jurnalistik untuk mahasiswa atawa pelajar.

Manfaat? Di samping memberikan keterampilan bagi generasi muda, kegiatan jurnalistik di kalangan anak muda ini juga bisa mengalihkan dari kegiatan yang negatif, seperti tawuran, penyalahgunaan narkoba, atau sikap sosial yang menyimpang. Yah, minimal nggak membentuk kamu jadi anak muda yang berkutat sama dua tempat aja: kampus/sekolah-rumah aja.

Apalagi, derasnya informasi kini nyaris nggak bisa dibendung. Kalau sudah begini, tinggal pintar-pintar kita aja memilah info mana yang cocok dan bermanfaat bagi kita. Atau, kenapa nggak kita aja yang bikin media? Biar kita bisa menularkan virus kebaikan dengan sajian informasi yang kita buat. Tentu, ala kita, anak muda yang hanif dan gaul.

Lalu, mungkin nggak sih kalau kita nerbitin sebuah media sendiri di sekolah atau di kampus? Mungkin aja. Coba ikuti deh, beberapa langkah berikut ini

  1. Tentukan terlebih dahulu jenis media yang akan kalian buat. Yang paling memungkinkan untuk para pelajar dan mahasiswa adalah tabloid, majalah atau situs berita. Alasannya? Tabloid atau majalah merupakan media massa yang waktu terbitnya lebih luang daripada suratkabar. Tabloid bisa diterbitkan pekanan atau dua pekanan, sementara majalah bisa bulanan, dua bulanan atau per semester. Intinya, soal waktu. Agar waktu peliputan tidak berbenturan dengan konsenterasi kegiatan akademismu. Sedangkan situs berita, kamu bisa membuatnya melalui blog gratisan. Tak perlu menggunakan situs berbayar, kalau ada yang gratis. Saat ini, sudah banyak blog yang menyajikan template desain yang menarik. Kamu bisa memilihnya dan siap luncur media situs kamu. Beberapa di antaranya, seperti www.blogspot.com, www.wordpress.com, www.multiply.com, dan sebagainya.
  2. Buatlah tim media atau biasa disebut redaksi sebagai awak pengelola mediamu. Sebagaimana sebuah perusahaan media, tentukan orang pada dua bagian, yakni bagian redaksi dan perusahaan. Redaksi berisi para wartawan yang meliput peristiwa lalu menulisnya dengan berita yang menarik. Di bagian ini pula, ada orang yang bertanggung jawab terhadap desain media kamu, yang biasa disebut layoutman atau desainer grafis. Sementara orang di bagian perusahaan, melaksanakan promosi, iklan, distribusi dan pemasaran konten berita.
  3. Setelah ditentukan, pilih media cetak (tabloid atau majalah) atau media online, kamu harus membuat rubrikasi, seperti yang ada di El-Ka; Sahabat Kamu, Teropong, Taktikoe, Kocakoe, dan sebagainya. Hal ini untuk membedakan jenis informasi yang dibutuhkan bagi pembaca. Lalu, tulislah berita atau hasil liputan yang telah kamu lakukan ke dalam jenis rubric yangtelah disepakati dalam rapat redaksi.
  4. Untuk ‘menghidupkan’ sebuah media, selain mengharapkan penjualan, juga harus ada iklan. Ini yang harus dicari untuk menutupi ongkos produksi. Soal iklan, kamu bisa menawarkan para penjaga kantin, toko buku, koperasi, warung makan, distro, toko buku atau toko fotokopi yang ada di sekitar sekolah atau kampus. Penawaran iklan bisa dengan cara klasik, yakni calon pengiklan membayar sejumlah uang untuk beriklan di mediamu. Atau bisa dengan cara lain, yakni beriklan dengan cara barter. Seperti warung makan yang membayar iklan dengan voucher makan gratis selama sebulan, misalnya. Atau cara lain yang bisa membuat calon pengiklan tertarik untuk beriklan di media kamu. Untuk promosi, kamu bisa melakukan bedah majalah dengan diskusi atau pelatihan jurnalistik bagi temen-temen kamu.
Dimuat di ELKA, Majalah Sabili