*) Advertorial ini dimuat di Majalah La Cuisine
Kematangan konsep ‘persinggahan di tepian danau’ terasa pas untuk restoran ini. Sebab, sulit untuk mencari restoran di Jakarta dan sekitarnya, yang membuat anda benar-benar ‘singgah’. Biasanya, saat kita hanya makan-selesai-pulang. Tak memberikan nilai dan pengalaman lebih, kecuali memenuhi kebetuhan perut.
Menurut salah satu pemilik Talaga Sampireun, Harianto, konsep ‘tempat singgah di tepian danau’ sudah dipersiapkan secara matang. Mulai dari lansekap sampai desain interior di setiap saung. “Kami memang sengaja membuat tempat ini dengan konsep desain senyaman mungkin bagi pengunjung,” katanya. Bahkan jarak antara saung yang satu dengan saung yang lain, dibuat tidak terlalu dekat, agar pengunjung mempunyai privasi saat sedang bersantap.
Tentu saja ini tak lain, karena Harianto sendiri mengawasi. Dan tak jarang, ia juga mencicipi hasil masakan dapur restorannya untuk menjaga kualitas. “Saya juga harus tahu apa yang masih terasa kurang, dan masakan apa yang sudah pas,” ujar Harianto. Tentu saja itu dilakukannya lantara tidak ingin mengecewakan para pengunjung yang datang ke tempat ini.
Tidak cukup sampai di situ, fasilitas dapur restorannya benar-benar dikelola dengan profesional layaknya restoran bintang lima. Harianto menjelaskan, “Di sini kami melengkapi diri dengan fasilitas standar yang terbaik, mulai dari segi alat sampai tempat penyimpanan. Kami mempunyai walking chiller berukuran tiga kali tiga, kemudian walking freezer juga berukuran sembilan meter persegi.
Di samping itu juga terdapat ruangan fresh fisher yang ber-AC, dan ruang bumbu tersendiri. Setidaknya ukuran dapur kami saja sebesar 250 meter persegi. Dan yang paling penting dari sebuah restoran biasanya kebersihannya, ini yang juga kami kelola secara baik, sehingga pengunjung benar-benar mendapatkan makanan yang terbaik dari dapur restoran kami.”
Ucapan Harianto memang terbukti dan bukan cuma omong kosong belakang. Hasil dari peningkatan mutu dan pelayanannya sehari-hari berbanding lurus dengan pengunjung yang datang. Bayangkan baru sekitar 9 bulan berdiri, setiap bulannya kini terdapat 38.000 ribu pengunjung dengan omset sekitar 3-4 miliar setiap bulannya.
“Jika anda ke tempat ini di akhir pekan, maka anda harus memesan tempat terlebih dahulu, karena memang biasanya full booking dan selalu terdapat daftar waiting list,” tukas Harianto, “Dan menurut kami semua hal yang terjadi saat ini adalah berkat dari yang di atas, karena jika memakai logika tentu akan sulit diperkirakan bagaimana semua ini terjadi.”
“Sekarang ini,” tegasnya, “Jika kita menyebut satu restoran dengan standar internasional saja di Jakarta, maka yang terbayang di kepala kita adalah restoran-restoran dengan makanan internasional. Lantas kemana makanan khas lokal Indonesia? Jawabannya tidak ada. Oleh karena itu, kami berharap kami dapat mencapai standar itu.”
Dan yang membuat restoran ini berbeda, benar-benar berbeda, Harianto memasang laporan di papan pengumuman tentang jumlah pajak yang telah Talaga Sampireun setorkan kepada negara. Jangan kaget, jumlahnya tidak tanggung-tanggung sekitar 300 juta setiap bulannya.
Sekilas memang terlihat biasa, tapi bagi anda pengelola pajak, atau anda seorang auditor, dan akuntan, tentu mengetahui bagaimana pengelolaan pajak di Indonesia. “Tentu anda tahu, tidak semua wajib pajak dengan jujur menyetorkan kewajiban pajak, apalagi pajak di bidang restoran,” ujar Harianto sambil tersenyum bangga. Jadi, untuk anda yang berkunjung ke Talaga Sampireun, selamat menikmati pengalaman kuliner di tepi danau yang tiada tara. Dan terakhir, tentu saja, anda tak perlu khawatir, pajak yang dibebankan lewat makanan anda pasti akan disetorkan oleh Talaga Sampireun.
Penulis: Lufti Avianto & Yudi Fachrurozy